Thursday, May 31, 2018

Tiga Bekal Pengasuhan

Begitu banyak artikel tersebar mengenai pengasuhan atau parenting yang bisa diakses orangtua melalui internet. Banyak, banyak sekali. Namun ketika kita mendapatkan terlalu banyak informasi, tanpa pernah benar-benar memprosesnya dengan baik, nampaknya semua informasi itu tidak berdampak apa-apa pada kehidupan kita.

Sebutlah saja saya, pernah mengalami hal semacam itu. Bukan tiada sedikitpun manfaat yang didapat, hanya saja rasanya perlu lebih memahat kembali pemahaman dan prinsip-prinsip utama dalam diri ini. Tulisan ini sebagai ikhtiar pribadi untuk memproses infomasi menjadi pemahaman yang bemanfaat dan berdampak.

Ada tiga bekal pengasuhan yang diungkapkan Ust. Fauzil  Adhim dalam bukunya, Segenggam Iman Anak Kita. Sederhana, tapi sangat mengingatkan saya.
1. Rasa Takut Terhadap Masa Depan Mereka
2. Taqwa Kepada Allah Azza wa Jalla
3. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (Qaulan Sadidan)

itu semua dasarnya adalah surat An-Nisa ayat 9.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Kadang kesibukan dan kekurangmatangan persiapan kita menjadi orangtua, membuat kita sering terpaku pada hal-hal teknis semata, atau hal-hal yang bukan primer. Kita begitu disibukkan dengan program bagaimana anak sehat, anak cerdas bisa ini bisa itu, terkadang lupa memprogram bagaimana menumbuhkan keshalihan pada anak. Mungkin juga tidak lupa, tapi kurang maksimal dan seadanya saja. Sementara anak memiliki berbagai fitrah yang harus kita rawat, termasuk fitrah keimanan, dengan sebaik-baiknya dan dengan porsi yang sesuai.

Pada poin 1, 
ah sudahkah kamu memilikinya? Mungkin itu memang salah satu rahasia, jawaban dari fenomena mengapa orang-orang yang menurut kita biasa saja, kemudian memiliki anak dengan karakter yang baik, Takut disini bukan lawan dari rasa percaya diri dalam mengasuh anak, melainkan menjadi pakem bahwa segala sesuatu itu bukan sekedar karena kita, bahwa Allah lah yang  selalu membimbing kita. Adapun ikhtiar memfasilitasi anak tetap kita lakukan, bingkailah semua dengan rasa takut dan rasa memerlukan bimbingan dari Allah. Lakukan semua dengan percaya diri dan penuh keyakinan agar prosesna konsisten dan tanpa keraguan.

Pada Poin 2
Simple nya saya bisa bilang, pun ketika sang orangtua tidak pernah ikut seminar parenting jaman now, kurang update dengan perkembangan ilmu pengasuhan masa kini, ketika benar benar bertaqwa pada Allah, maka segalanya akan mudah. Orang pemarah sekalipun, ketika taqwa dan takut pada Allah, ia akan menjaga dirinya. Ustaz Fauzil tak membahasnya terlalu dalam, tapi memang nyata ini PR besar saya pribadi juga.

Poin 3, 
betapapun masih buruknya perbuatan kita, tetaplah berkata yang benar dan perbaiki diri terus berbenah. Ketika anak salah ya nyatakan salah luruskan (dengan cara yang baik), ketika anak yang benar dan kita salah ya akui. Melahirkan kejujuran, dan anak lebih paham hitam putihnya dengan baik.

Saya cukupkan sampai disini pembelajaran saya pagi ini. semoga ada manfaatya. Terutama bagi saya pribadi menjadi ilmu yang berkah bermanfaat dan sedekah jariyah.

Jumat, 1 Juni 2018
Hajah Sofyamarwa R.





Wednesday, May 30, 2018

Tafakkur, Ibadah Dalam Diam

Tersengatku dari lamunan panjang,  saat mendengar kajian ustadz Hanan.

Sederhana,  membahas sesosok nabi di masa kecilnya.  Yahya,  usia tujuh tahun sudah menggali kuburnya sendiri dan mentafakkuri kehidupannya.  Tujuh tahun? Jaman sekarang usia tujuh tahun seperti apa ya?

Para pemikir besar beliau sebutkan lagi.  Sebut saja Ibrahim. Dengan pemikirannya, yang luas,  berpikir keras mencari tuhan.  Tafakkur,  tadabbur.  Dari situlah ia muncul sebagai Bapak yang menjadi teladan utama. 

Di tengah kejahiliahan orang di sekitarnya, bahkan orangtuanya sendiri,  ia bisa keluar dari lingkaran itu,  memikirkan penciptaan tuhannya.

Tahannuts nya Rasulullah muhammad pun bagian dari episode besar peristiwa turunnya wahyu.  Gerah dengan kondisi arab pada masa itu,  juga hobinya yang memang "menyendiri sesaat", dimulai lah masa kenabian itu.

Memikirkan penciptaan dunia ini,  mentafakkuri keesaan dan keMahahebatan nya Allah,  bagian dari kegiatan berpahala. Menambah rasa takjub pada Sang Maha Pencipta,  menambah rasa iman dalam dada.

Maka ku berpikir kembali, ah betapa kesukaanku dalam menuliskan perenungan itu seharusnya selalu kubingkai dengan maksud bertafakkur. Tak sekedar melepas kata,  menghabiskan jatah bicara lewat tulisan.

Aku juga jadi ingat,  satu-satunya hal yang membuatkan dulu memilih jurusan biologi,  adalah rasa kagumku pada hebatnya penciptaan Allah dalam tubuh manusia.  Mungkin jurusan bisa salah. Tapi Allah tak pernah salah menempatkanku pada tempat yang membuat jiwaku terasah.

Ah semoga bisa membimbing anakku untuk dapat sering bertafakkur.  Mengkaitkan semua aspek kehidupannya pada Allah tempat bergantung.

Rabu, 30 Mei 2018
Hajah Sofyamarwa R.

#30dwc #30dwchajah #30dwcjilid13