Friday, June 15, 2018

Dakwah Sang Balita



Wajahnya sedikit menunduk, namun dengan mata mengarah ke atas.  Wajahnya memerah,  diiringi isakan tangis dan kesal yang menjelma menjadi pukulan sesekali. Balita kecilku habis "bertarung" mempertahankan prinsip dan mengajak orang lain, tapi sebagaimana dakwah dilakukan,  pasti akan selalu ada tantangan.

Sepele saja, ketika ia sedang membuka tutup lemari pakaian berisi barang berharga milik Om kecilnya,  ia diberi tahu untuk menghentikannya.  Ia mendengar.  Ia pun mengehentikannya. Tantangan terjadi ketika ada balita lain yang masih ingin membuka tutup pintunya.  Balitaku bilang "Jangan dibukaini lemari om."

Tapi masing-masing punya kehendak sendiri dan masih saling mempertahankan pendapat.  Tumpahlah tangisan,  dan kubawa ia menjauh di tempat lain. Ia tetap terlihat marah.  Kesal.  Dan sayangnya,  ia menyangka aku juga memarahinya.  Maka bertambah kesal lah ia.

Akhirnya kubilang dengan jelas,  bahwa apa yang ia lakukan membuatku begitu bangga. Bahwa itu sangat baik. Mendengar apa yang dikatakan bunda,  melindungi barang orang lain,  dan mengajak orang lain untuk turut menjaganya.

Setelah kukatakan berulang kali, kupikir ini waktunya untuk memeluknya.  Alhamdulillah.  Ia mau menerima pelukanku dan menangis sejadinya. Tangisan kesalnya,  berubah menjadi tangisan sedih khas anak anak.  Masyaallah.

Bunda banggabunda banggabunda justru bangga. Bunda ngga marah. Itu baikitu justru baik.

* * *
Mari terus belajar mendengar hati anak balita kita. Menginsyafi bahwa mereka punya fitrah kebaikan yang harus dipupuk. Jangan sampai salah menghakimi meskipun secara zhahir terlihat keduanya berseteru.  Kalau mau melihat lebih dalam,  kita bisa temukan berlian pada masa masa keemasan mereka :)

PS: Diksi dakwah dipergunakan untuk mempermudah pembaca memahami apa yang dilakukan. Tentu balita belum memaknai itu ya. Ini juga sebagai doa bahwa kelak nantinya ia memang sadar bahwa semua muslim memang memiliki kewajiban dakwah tersebut, menyebarkan kebaikan, menegakkan kebenaran. 

Sabtu,  16 Juni 2018
Day 28

Mahakarya Seorang Ibu

Wajahnya tertunduk, tangannya menggenggam buku tahlil sembari mengusap airmata yang tak henti berlinang. Ia larut dalam bacaan doa di depan nisan yang masih basah itu.

Masih segar dalam ingatannya, hari-hari terakhir yang ia lalui bersamanya. Membuatkan makanan kesukaannya atau sekedar duduk bersama bersenda gurau menghabiskan waktu bersama.

Di detik terakhirnya,  Ia hanya bisa menggenggam erat tangannya yang sudah mulai membiru. "NakIni ibu nak. Ibu disiniBangun nak." lirihnya.

Tapi garis kehidupan dunia sudah berhenti. Ia yang sudah pergi tak bisa kembali.

Sampai ketika ia akan di shalatkan, tetangga hadir dan ikut menshalatkan.  Tak ada yang tak kenal lelaki besar itu. Ia paling baik dan paling dikenal warga sekitar.  Keramahannya,  kesopanannya, tak hanya ada di dalam rumah tapi memancar ke warga sekitar.

Kuperhatikan sosok ibundanya. Wanita tegas berprinsip yang tetap lembut dan penuh kasih sayang.

Tak berkiprah di luar rumah, tapi itulah mahakaryanya. Dengan ijin tuhannya, kelembutannya terpancar melalui anak lelakinya.

Ah, sesungguhnya itulah amanah yang paling hakiki bagi seorang wanita.  Menjadi istri dan ibu yang tetap shalihah,  mendidik anak dengan keshalihan di waktu hidupnya,  juga terus mendoakan setelah habis masa hidupnya.

Sabtu,  16 Juni 2018

Ramadhan Menulis Bersama 30 Days Writing Challenge

Alhamdulillah,  setelah sekian lama ngga rutin menulis,  kali ini bisa menulis setiap hari selama Ramadhan.

Ini 30 DWC ke-4 buat saya pribadi. Setelah nonstop 3 kloter di jilid 5, 6, 7, saya vakum menulis,  sampai akhirnya memutuskan ikut jilid 13 nya.

Kadang kita merasakan sesuatu itu begitu berharga ketika sesuatu itu hilang. Enam bulan tak ikut,  semakin berkurang pula intensitas menuliskan pikiran jadi berkurang.  Saya menulis,  tapi menulis keseharian saja,  atau copywriting untuk keperluan beriklan.

Kesan mengikuti 30DWC adalah alhamdulillah saya bisa mulai menulis rutin lagi.  Terseok seok sejujurnya,  apalagi sedang ramadhan,  dan mudik.  Tapi alhamdulillah bisa juga.

Di awal awal masih rutin ikut menyimak grup squad,  lama kelamaan hanya sempat setor link harian saja.

Karena 30 dwc juga,  akhirnya saya memperpanjang domain blog hajahsofya.com yang sempat non aktif selama 3 bulanan.  Karena terlambat,  domain tersebut belum bisa diakses selama sebulan. Maka tulisan pun belum terpusat pada 1 platform. 

Awalnya menggunakan instagram, tapi saya aga kesulitan karena ide tulisan tak selalu punya visualisasi berupa gambar,  idan itu menghambat saya menulis.  Akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan blog ini :)

Fokus tulisannya sebetulnya mengaitkan dengan keluarga,  tapi nyatanya tak semua bisa sesuai. Tidak apa,  mudah mudahan kedepannya lebih bisa 1 tema :)

Sabtu 16 Juni 2018

Wednesday, June 13, 2018

Mengasah Daya Cipta Anak Sejak Kecil

Ali bin Abi thalib pernah mengatakan untuk mendidik anak-anak kita hal-hal yang sesuai jaman mereka, bukan apa sekedar apa-apa yang sudah kita pelajari.  Jaman berubah, maka tantangan untuk anak kita pun pasti berbeda, maka sebagai orang tua banyak yang perlu kita pelajari dan persiapkan.

Sebelumnya mari kita simak artikel berikut :
Sebuah laporan terbaru memprediksi, keterampilan yang dibutuhkan oleh para pekerja di masa depan akan sangat berbeda dengan yang ada saat ini. Selain itu, laporan tersebut juga memeringatkan bahwa sistem pendidikan perlu diubah untuk mempersiapkan anak-anak sekolah untuk masa depan mereka. 
Laporan New Work Smarts dari Foundation for Young Australians (FYA) telah memperkirakan, semua pekerjaan akan beralih ke sistem otomasi selama dua dekade ke depan. 
Para pekerja di tahun 2030 akan melakukan lebih sedikit tugas rutin dan manual, dan malah berfokus pada interaksi manusia, pemikiran strategis serta kreatifMereka juga akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar sambil bekerja, memecahkan masalah dan menggunakan keterampilan sains serta matematikaDengan perkiraan jumlah manajer yang lebih sedikit, para pekerja harus mengawasi dan mengelola diri mereka sendiri, menerapkan pola pikir kewirausahaan agar bisa maju.

Dari artikel tersebut,  dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif dan nilai-nilai kognitif yang selama ini banyak orangtua fokuskan, ternyata tak cukup. Kita begitu khawatir anak tak bisa matematika daripada tak punya rasa seni yang baik, misalnya. Padahal kreativitas perlu diasah sejak kecil dan merupakan salah satu aspek penting yang memanusiakan manusia,  yang membedakan manusia dengan robot. Kreativitas yang terasah dengan proses yang baik,  salah satunya akan menumbuhkan daya cipta pada anak.

cipta/cip·ta/ n kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru; angan-angan yang kreatif;
mencipta/men·cip·ta/ v memusatkan pikiran (angan-angan) untuk mengadakan sesuatu: untuk dapat ~ cerita yang baik, diperlukan fantasi;
-- KBBI Daring

Sebuah kata benda,  ketika mendapat imbuhan kata me- akan menjadi sebuah kata menggerakkan yang kita sebut kata kerja. Cipta. Mencipta. Sebuah proses rumit yang bersumber dari kemampuan proses otak.
Impian di masa kecil bisa berdampak di masa depan kalau anda punya kecerdasan otot (myelin) untuk menemukan "pintu-pintu" nya.-- Prof. Rhenald Kasali, Self Driving
Mungkin itulah yang membuat Sultan Mehmed dapat menaklukkan Konstantinopel, setelah tertanam dalam dirinya sejak kecil, bahwa ialah yang akan menjadi Penakluk Konstantinopel. Sejak kecil gurunya selalu mengulang-ngulangi perkataannya kepada Mehmed, menjadi keyakinan dan kenyataan. Tak hanya itu, ia juga dibekali pendampingan ulama-ulama tebaik pada zamannya dari berbagai disiplin ilmu. Nyata bahwa pengetahuan dan imajinasi yang dioptimalkan sejak kecil akan menjadi hal besar di masa mendatang.

Kita juga dapat melihat bahwa cara berpikir kreatif dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. 
Cipta ini dinilai penting juga dalam falsafah orang Indonesia, falsafah sejak jaman sunan kalijaga, falsafah jawa khususnya. Kita kenal dengan RKCK  (Rasa-Karsa-Cipta-Karya). Menarik sekali kerarifan lokal ini mulai dikembangkan sebagai salah satu model pendidikan karakter bagi anak. Di tengah arus kuat model pembelajaran barat,  ada yang berusaha mengaktifkan kearifan lokal khas Indonesia.

Menurut Rachmawati 2012, Ada 4 tahapan yang dilakukan dalam model pembelajaran RKCK:
1. Tahap Aktivasi Rasa
2. Tahap Membangun Karsa (Motivasi) 
3. Tahap Mencipta (mengembangkan gagasan) 
4. Tahap Implementasi Gagasan (karya)


Keempat tahapan itu dapat dengan mudah kita sesuaikan dengan kebutuhan dan kesempatan yang ada bagi kita sebagai orangtua saat mendampingi anak. Ketika orangtua mengetahui tahapan-tahapan itu,  akan lebih mudah bagi orangtua untuk berfokus pada proses yang diinginkan

Referensi:

Coady, David. 2017. Future skills: Report reveals tools schoolkids will need to thrive in jobs market of

2030. http://www.abc.net.au/news/2017-07-27/what-skills-will-the-future-generation-of-workers-need/8747610

Siauw, Felix. 2013. Muhammad Al-Fatih 1453. Al Fatih Press. Jakarta.
Rachmawati, Yeni. 2012. Pendidikan Karakter Melalui Pengembangan 
Model Pembelajaran RKCK (Rasa Karsa Cipta Karya). Jurnal Pendidikan Anak Volume 1. PGPAUD FIP Universitas Pendidikan Indonesia

Powers, Anna. 2018. Creativity Is The Skill Of The Future. Online. https://www.forbes.com/sites/annapowers/2018/04/30/creativity-is-the-skill-of-the-future/#e88e5194fd48

Monday, June 11, 2018

Kepercayaan Diri Mencipta Karsa

Do you ever feel like a plastic bag
Drifting through the wind, wanting to start again?
Do you ever feel, feel so paper-thin
Like a house of cards, one blow from caving in?

Do you ever feel already buried deep
Six feet under screams but no one seems to hear a thing
Do you know that there's still a chance for you
'Cause there's a spark in you?

You just gotta ignite the light and let it shine
Just own the night like the 4th of July

'Cause, baby, you're a firework
Come on, show 'em what you're worth
Make 'em go, "Ah, ah, ah."
As you shoot across the sky

Baby, you're a firework
Come on, let your colours burst
Make 'em go, "Ah, ah, ah."
You're gonna leave 'em all in awe, awe, awe

You don't have to feel like a wasted space
You're original, cannot be replaced
If you only knew what the future holds
After a hurricane comes a rainbow

May be a reason why all the doors are closed
So you could open one that leads you to the perfect road
Like a lightning bolt your heart will glow
And when it's time you'll know

* * *
Itu adalah secuplik lirik dari salah satu lagu favorit saya, Firework yang dipopulerkan Katty Perry.  Jangan tanya saya apa lagu lainnya, saya tak tahu.  Hihi

Liriknya kuat, coba perhatikan. Setiap saya dengar lagunya, rasa ingin menangis dan timbul semangat yang muncul dari dalam diri.

Saya termasuk orang yang ngga banyak maunya. Bahkan cenderung unmotivated. Ketika teman SMA saya sudah ingin sekolah ke luar negeri,  saya ngga merasa perlu untuk mengikuti jejaknya.  Ketika teman di kampus sedang mengikuti berbagai konfrensi di luar negeri,  saya biasa saja. Ketika lulus Sarjana dan teman teman bercita-cita melanjutkan ke Luar negeri,  saya ngga menemukan alasan kuat kenapa saya juga harus sekolah kesana.

Itu bukan berarti saya tak punya impian, bukan berarti juga punya banyak impian.  Hihi. Saya percaya setiap orang punya karsa nya masing-masing, mungkin itu belum muncul di diri saya

Jujur saat ini saya jadi termenungkenapa dulu saya ngga mau ya?  Hihi
Berada di jurusan yang saya-bisa tapi tak sejiwa dengan saya,  mungkin menjadi salah satu alasannya.  Saya tak terbayang,  apa yang harus saya katakan pada pewawancara beasiswa andaikan saya ditanya

Apa yang ingin kamu lakukan disana?

Mengapa kamu tertarik menjadi ahli di bidang itu?

Kontribusi apa yang ingin kamu berikan buat bangsa ini?

Ouch!
Saya ngga punya visi di jurusan yang saya geluti saat itu.
Jujur saat ini saya jadi termenung,  kenapa dulu saya ngga mau ya? 

I am 26 years old,  I am a wife and mother with one little child.
Sekarang hanya bisa berdoa dan terkagum dengan kawan kawan yang sudah menyelesaikan S2 nya di luar negeri. Saya juga yakin,  ini terjadi tak hanya pada diri saya seorang.  Ada banyak ibu muda di luar sana yang juga punya impian terpendam.

karsa/kar·sa/ n 1 daya (kekuatan) jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak; 2kehendak; niat

Sunday, June 10, 2018

Pakaian Bekas Untuk Anak Panti

Pasar di minggu pagi itu nampak sepi dari para penjual pakaian.  Mereka lebih memilih menggelar dagangannya di area yang lebih ramai pengunjung.

Tak seperti hari biasanya,  justru dari kejaihan kulihat tiga sosok gadis kecil di balik tumpukan baju beralaskan terpal.

Saturday, June 9, 2018

Pembangunan Menara Keluarga

Saya selalu suka dengan analogi-analogi yang digunakan pak Indra dan bunda Nunik Noveldi dalam bukunya Menikah Untuk Bahagia.

Sederhana, tapi mengena.

Pada sub bab Do We Plan Our Marriage, saya serasa diingatkan kembali mengenai impian impian saya tentang pernikahan.

Menara Petronas di Malaysia itu tingginya 452 meter dengan 88 lantai. Salah satu gedung tertinggi di dunia itu jelas ada yang membuatnya,  mendesainnya sedemikian rupa. Proses pembuatannya pun tak sebentar. Dibutuhkan waktu selama 6 tahun, dan pembuatan pondasi sekitar 120 meter.

Ya,  gedung sekokoh itu tak mungkin dibuat tanpa perencanaan. Idenya,  desainnya,  materialnya, pekerjanya, konstruksinya,  dan lain lain.

Di samping itu, Saya jadi ingat beberapa waktu lalu saat mengikuti family gathering IP Bandung, kami sekelompok diminta membuat menara balon. Tujuannya membuat menara yang indah dan tinggi. Kami diberikan beberapa balon,  alat perekat solatip,  gunting,  dan kertas untuk membuat desain.

Selama permainan kami memang sekelompok tapi karena belum terlalu kenal,  maka chemistry nya biasa biasa saja.  Saat membuat menara balon pun,  kami sekedar membuat menara tanpa mendesainnya terlebih dahulu.  Kami dikejar waktu,  belum lagi lihat menara tetangga yang rasanya lebih besar, bagus dan indah.

Pembagian tugas dilakukan dengan mengambil inisiatif masing masing, ada arahan tapi minim,  mungkin segan.  Bergerak saja inisiatif sendiri sambil berkomunikasi bagaimana seharusnya.

Kami mendesain sambil membangun menaranya. Bahkan di akhir waktu pengumpulan, kertas kami baru digambar sesuai dengan bentuk menara yang kami buat. Ya,  membuat dulu baru merancang,  cukup aneh ya hehe.

Alhamdulillah menara kami selesai juga, menara terbaik yang bisa kami buat dan kami syukuri.

Dari itu semua, ada satu yang saya renungkan. Bahwa ternyata banyak manusia tidak merencanakan kehidupan pernikahannya.  Pembangunan yang bersifat fisik mungkin lebih mudah diperhatikan karena terlihat. Sementara bangunan pernikahan,  mungkin banyak diabaikan karena abstrak tak terlihat,  tak terdeteksi.

Apa jadinya pembuatan menara petronas tanpa perencanaan.  Sekarang menyusun batu bata dulu,  besok buat pondasi,  besok lagi bikin rancangannya,  besoknya lagi beli bahan yang kurang,  misalnya?  Sudah tentu hasilnya juga mencong mencong kesana kemari.  Sudah syukur kalau bangunan masih bisa berdiri,  kalau hancur di tengah jalan?

Kesimpulannya bisa diambil sendiri ya.

Ada juga yang tanpa perencanaan, pernikahannya baik baik saja, tapi benarkah baik baik saja?

Ada juga yang audah merencanakan,  tapi di tengah jalan lupa untuk menengoknga kembali.

Bervariasi.
Intinya untuk membangun menara keluarga ada hal-hal yang perlu diperhatikan.

Pertanyaannya,  maukah kita benar benar mendesain dan membangun menara keluarga kita?

Friday, June 8, 2018

Berumah Tangga Itu Ada Ilmunya

Alhamdulillah,  sebuah kesempatan besar bisa mengikuti diskusi online via telegram bersama Pak Indra dan Bunda Nunik Noveldi.

Saya jadi ingat lagi, jauh sebelum ini,  seorang kakak merekomendasikan buku ini untuk saya baca (sebut saja namanya A Makki hehe) . 

Saya selalu percaya pernikahan/rumah tangga itu punya banyak aspek yang harus diperhatikan. Bagi saya poin pertama adalah niat lurus ibadah karena Allah,  dan yang kedua perkara interaksi manusia.

Sampai detik ini dipernikahan saya yang masih seumur jagung (jagung tua ya,  3 tahun hihi) saya tetap percaya itu,  namun dilanda sebuah kebingungan.  Ya, kebingungan karena ada gap antara teori dengan fakta lapangan. Saya juga masih belum bisa menempatkan diri, bagian mana yang seharusnya saya lakukan dengan niat karena Allah saja,  atau yang perlu melibatkan unsur manusianya.

Kembali pada topik. Saya merekomendasikan buku Menikah Untuk Bahagia yang ditulis oleh Pak indra dan bu Nunik,  karena isinya sangat real.

A makki pernah bilang,  "kadang orang itu belum bisa langsung menyelesaikan masalah hanya dengan dibilang 'solusinya tahajud'."

Banyak orang perlu solusi konkrit dunia agar ia bisa mengantisipasi kejadian kejadian berikutnya,  dan tetap melakukan shalat tahajudnya dengan kemantapan ikhtiar juga.

Menurut saya,  ini bagian dari ikhtiar. 

Sebelumnya sempat saya posting juga mengenai kesan saya terhadap bagian prolog buku ini, mengesankan.  (saya tulis di blog hajahsofya.com yang saat ini belum bisa diakses sementara)

Berumah tangga itu ada ilmunya,  sungguh.  Tidak sekedar doktrin doktrin saja,  karena kita berinteraksi dengan makhluk unik manusia,  dan kita perlu menjalaninya dengan sepenuh jiwa.

Kalau dulu sebelum nikah sering baca buku pranikah,  maka setelah nikah atau tepatnya saat punya anak biasanya kita jarang upgrade lagi ilmunya. Padahal kondisi mungkin sudah jauh berbeda, dan diperlukan isi ulang dan penguatan-penguatan.

Buku menikah untuk bahagia bukan mengajak orang untuk menikah dan mereguk kebahagiaan, melainkan menunjukkan bahwa tujuan surga yang ingin dicapai bersama itu ada formulasinya. Formulasi yang membuat perjalanan jadi menyenangkan, dengan tetap bertujuan surga.

Jangan sampai hanya sekedar berucap ingin masuk surga sekeluarga,  tapi enggan mempelajari ilmu nya, enggan menyenangkan hati pasangan hidupnya.

Harus baca sendiri bukunya,  dan selamat merenung :)

Untuk keluarga perindu surga dunia dan akhirat
Sabtu,  9 Juni 2018
02.19

Thursday, June 7, 2018

Banyak Jalan Untuk Beriman

Saya sampai pada satu titik dimana saya sedang membutuhkan referensi mengenai Iman.

Sejak kecil kita semua tahu, Rukun Iman ada 6; Iman Kepada Allah, Iman Kepada Malaikat, Iman Kepada Rasul, Iman Kepada Kitab, Iman kepada Qada dan Qadar, serta Iman kepada Hari Akhir.

Mungkin kita ingat, sifat wajib Allah, nama malaikat dan tugasny, nama Rasul dan kisahnya, nama kitab dan diturunkan kepada siapa, apa definisi dari qada dan qadar, serta bagaimana gambaran hari Akhir seperti apa.

Kemudia saya berpikir, mungkin Iman bukan sekedar tahu atau hapal itu semua. Mengapa dikatakan Iman itu bisa naik dan turun, Iman yang bagaimana?

Mari memulainya dari Iman kepada Allah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menyatakan dalam bukunya Ulasan Tuntas tentang 3 Prinsip Pokok, bahwa keimanan yang benar kepada Allah akan membuahkan hasil yang sangat agung bagi orang-orang beriman, yaitu:
1. Merealisasikan ketauhidan kepada Allah sehingga tidak ada ketergantungan dalam berharap sesuatu kepada selain Allah, tidak takut dan tidak menyembah tuhan selain Allah
2. Kecintaan yang sempurna kepada Allah dan mengagungkanNya sesuai dengan kandungan makna Nama-namaNya yang indah dan sifatnya yang agung.
3. Merealisasikan pengabdian kepada Allah dengan sempurna dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya

Baru saja siang ini saya mendengar kajian dari Teh Ninih Muthmainah di Youtube. Bahasannya tentang poligami, tapi yang jadi fokus saya adalah, poligami itu memang ada syariat dan syaratnya, serta pasti mengandung hikmah, kata beliau intinya ketika kita bisa semakin meningkatkan iman dan tak bergantung pada makhluk (suami), maka itu hikmahnya. Tentu mental dan tantangannya bukan hal sepele, dampaknya pun bisa tidak terprediksi. Tapi saya melihat, itu salah satu jalan ujian keimanan

Lain lagi mendengar kisah pejuang tangguh mba Hanum Salsabila Rais. Berjuang selama sebelas tahun untuk memiliki anak, bukan hal yang mudah. Kalau menyaksikan sendiri videonya, akan sangat terasa betapa harapan dan keyakinannya pada Allah yang membuatnya bertahan. Ia sudah mengerahkan seluruh daya dan upaya. In Vitrro Fertilization, Inseminasi berkali kali, keguguran beberapa kali, sampai pernah depresi. Singkat cerita anaknya lahir setelah limpahan doa selama 11 tahun. Keyakinan menguatkannya, peran sang Ayah juga kental sekali menguatkan keimanannya akan ke MahaBesaran Allah.

Dalam kehidupan sehari-hari kita, kadang terasa juga kalau jiwa sedang tidak "fit" ya? Tapi sayang, masih belum bisa mendefinisikan apalagi menjabarkan.

Bukan hal mudah memang membicarakan Iman, kita lanjutkan lagi nanti ya?

Kamis, 7 Juni 2018




Tuesday, June 5, 2018

Karena Suamimu Tak Seperti Google Translate

Di era informasi ini,  begitu banyak kemudahan bisa kita dapatkan. Kadang tak perlu banyak basa basi,  barang yang ingin kita beli sudah dapat hadir di depan rumah kita dengan sedikit menyentuh layar gawai. Tanpa emosi,  tanpa peduli sekitar.  Terkadang begitu asyik berselancar di media sosial,  atau market place untuk sekedar membeli satu atau dua barang dengan harga kompetitif.

Kini orang juga sudah mudah berbahasa, beraneka macam tools untuk memepermudah pembelajaran bahasa,  juga translator sudah mulai tersedia.  Dari mulai google translate yang termudah, pilot earpiece, ili, dan lain lainnya. Simple, mudah,  praktis.

Untuk bepergian,  tak perlu repot lagi mencari cari transportasi, cukup pesan ojek online atau taksi online langsung dari gawai sendiri. Mudah, praktis, tak perlu menunggu lama.

Oh ya,  coba kau perhatikan,  apa yang dipegang anak balita itu?  Ya,  gawai sudah menjadi mainan sehari hari bagi para balita itu bahkan di usianya yang belum 2 tahun!

Dunia berubah.  Segalanya berjalan dengan lebih cepat, praktis dan efisien.

Yang tak bisa mengikuti jaman akan ketinggalan jauh. Namun tentu saja, ada hal hal yang tak pernah bisa digantikan oleh kecanggihan gadget sekalipun.

Mari kita tengok keluarga kita sejenak, pada pasangan hidup kita,  pada anak-anak kita. Selain adanya perbedaan antara wanita dan laki-laki,  faktor serba instan masa kini juga berpengaruh pada cara kita berinteraksi dengan anggota keluarga.

Sebut saja sang istri, yang sedang merasa jengah dengan aktivitas domestik rutinnya setiap hari. Hiburannya update status dan lihat-lihat timeline. Curahan hatinya direspon baik oleh netizen,  ia mendapat apresiasi yang menyenangkan.

Tak beda jauh dengan sang suami. Media sosialnya selalu ramai dengan kondisi perpolitikan bangsa atau sekedar update film atau komik favoritnya. Saling berdiskusi dalam komunitasnya,  mendapatkan rasa senang. Atau larut dalam kesibukan tugas kantornya.

Kalau tak benar benar ada keseriusan dalam menjaga hubungan, otomatis semua akan merenggang. Bersama tapi tak terasa.

Monday, June 4, 2018

Menyelami Makna Diksi, Jangan Takut Belajar Bahasa

Pernahkah kau mendengar istilah ini: renjana, sujana, semenjana, senandika, hibuk, kemukus, rebas, lasak, bedegap, lanyak, calak, nyenyat, jenat, sak, masygul, atau lunyai?

Kalau belum, berati kita sama. 
Kata-kata di atas adalah beberapa contoh kata yang sejatinya ada dalam bahasa Indonesia. Resmi sesuai PUEBI dan ada di dalam KBBI. Keterbatasan kita dalam berbahasa lah yang membuat kita tidak familiar dengan kata-kata tesebut.Untuk sebagian orang yang bergelut di dunia sastra, mungkin kata-kata di atas lebih familiar. Kalau saya pribadi hobi menulisnya belum nyastra, maka memang masih jauh dari tahu semua itu, apalagi paham. Saat menulis ini, saya hanya berpikir, perlukah saya mengenalkan berbagai kata-kata asing (padahal Bahasa Indonesia) ke anak saya sendiri?
diksi/dik·si/ n Ling pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)
Coba saya tanya dahulu, seberapa bermaknanya pelajaran bahasa di bangku persekolahan jaman dulu? Bagi saya terkadang sekedar membaca untuk bisa mengerjakan soal, lulus dalam mata pelajaran, dan, apalagi ya? Padahal saya suka menulis hingga saat ini, berawal dari kebiasaan menulis buku harian. Saya juga senang membaca novel-novel saat remaja dulu. Tapi entah kenapa saat itu belum semua terkoneksi.

Semakin besar, ada masanya saya terpapar dengan kosakata bahasa lainnya, sebut saja bahasa Arab. itupun belum membuat saya begitu tertarik, padahal bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur'an ya? Mungkin saya sudah jiper duluan dengan tatabahasa Arab yang katanya merupakan bahasa terkaya dengan kedalaman makna yang indah. 

Setiap bahasa memiliki keistimewaannya sendiri sebagai akibat dari fitur lokal yang dimiliki budaya penuturnya. Bahasa Arab yang digunakan Al-Quran disebut oleh Nabi Muhammad sebagai bahasa Dhad, yaitu huruf ke 15 dari alphabet Arab. Sebutan ini adalah untuk mengisyaratkan bahwa huruf itu hanya ada dalam bahasa Arab.  Bahasa Arab yang kebanyakan akar leksikonnya hanya terdiri dari tiga huruf (sebagian kecilnya dari empat huruf) dalam alphabet Arab mendukung kepuitisan Al-Quran. Ini juga mendukung pengembangan kata-kata dalam bahasa Arab dengan akar makna yang sama. System tasrif yang sepuluh (Kaye, 1987:170) dan system pronominal yang empat belas (Hassan, 1979:133) itu membuat bahasa Arab kaya dengan kata yang berbeda untuk makna yang berbeda dari akar yang sama.  Kesepuluh perubahan kata kerja dalam Bahasa Arab membuatnya semakin kaya akan variasi diksi untuk maqam (konteks situatsi) dan tujuan yang berbeda. 4)

Kelebihan ini sekaligus juga menjadi kelemahannya yang menjadikan pemahaman yang ambigu dalam penggunaan kata-kata. Untuk hal ini kepandaian berbahasa seseorang atau pengetahuannya yang luas tentang ilmu linguistik belum cukup menjadi syarat bagi seseorang untuk menterjemahan Al-Quran khususnya ke dalam bahasa selain Arab. Apalagi bila dikaitkan dengan keadaan Al-Quran yang sarat dengan istilah religi yang didefinisikan sendiri melalui ayat dengan konteks yang berbeda. Sehingga apa yang dikemukakan oleh Larson (1994) dalam pembagian macam leksikon dalam terjemahan sangat mengena dalam konteks terjemahan Al-Quran. Larson yang membagi leksikon menjadi tiga — shared, unknown dan key word – membuat atau memaksa penerjemah untuk mengadaptasi setiap key word dalam Al-Quran menjadi leksikon bahasa lokal dalam konteks pemahaman agama (Al-Quran). Bila di-index maka sebagian besar, bila tidak bisa dikatakan semua, kata-kata dalam al-qur’an itu harus di-index. 4)
Begitulah.
Maka pekerjaan peradaban saya ternyata sebetulnya lebih besar dari sekedar "galau" mengenalkan diksi-diksi bahasa Indonesia ke anak. Pekerjaan rumah saya seharusnya di mulai dari mengusir rasa "segan" menyelami bahasa Arab, mencoba menyelaminya, dan memberikan pemahaman yang lebih kepada anak sendiri.

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”
QS. Al Qamar, diulang sebanyak empat kali di ayat 17, 22, 32, dan 40


Sumber inspirasi:

1).https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/francisca-christy/22-istilah-dalam-bahasa-indonesia-yang-ternyata-belum-pernah-didenger-sama-mayoritas-orang-di-nusantara-1/full
2) http://cewekbanget.grid.id/News-And-Entertainment/11-Kata-Kata-Indah-Dalam-Bahasa-Indonesia-Yang-Belum-Kita-Ketahui?page=3
3) Oktariani, 2014. Keindahan Diksi Alquran. http://lidyaoktariani.blogspot.com/2014/10/keindahan-diksi-al-quran.html


4) Baharrudin, 2018. Diksi Al Quran dan Terjemahannya. https://baharworks.wordpress.com/diksi-al-quran/
5) https://kbbi.web.id/diksi



Sunday, June 3, 2018

Yang Dekat Tetapi Jauh

Sungguh hidayah memang bukan kuasa manusia.

Siapa yang menyangsikan kebaikan akhlak dan keimanan para nabi Allah?
Diantara sekian banyak Nabi yang memiliki keturunan keturunan shalih,  ada beberapa kisah yang dapat kita ambil pelajarannya.

Nabi Nuh harus rela ketika air bah datang,  anak dan istrinya tetap tak mau mengikuti nasihatnya.

Begitu pula istri dari Nabi Luth.

Orang yang shalehbelum tentu anak istri nya shaleh.

Dekatnya keberadaan satu sama lain,  bahkan satu atap, tidak menjamin semua dapat saling menjaga keimanannya.  Kecuali semua berkomitmen,  kecuali semua mau memperbaiki dirinya.

Itu sebabnya,  salah satu hak anak dipilihkannya ibu yang shalihah.  Karena wanita yang shalihah,  (sejauh pengamatan saya hingga saat ini)  lebih dekat pada menghasilkan anak anak yang shaleh.

Siti hajar yang ditinggalkan ibrahim bertahun tahun lamanya,  bisa mendidik ismail menjadi anak yang shaleh.

Mari mengajak keluarga kita yang dekat agar bersama sama ke surga,

Saturday, June 2, 2018

Makna Rasa Diawasi

Dialah Fadhalah bin Umair Al- Laitsi, pemuda yang Allah bongkar rahasia hatinya saat ingin menebas kepala Rasulullah. Merasa terganggu dengan suara adzan yang dikumandangkan bilal di sekitar Ka'bah, nabi memanggil Fadhalah "Apa yang berkecamuk di hatimu?"

Setelah itu cahaya Allah telah menembus hatinya, membuatnya minta ampunan kepada Allah, dan menyatakan diri untuk berserah pada Tuhan Muhammad, masuk Islam.

Siapa yang memberi tahu Rasulullah saat itu, kecuali Allah?


Rasanya tak banyak manusia yang sempat punya keinginan semacam itu, betapapun kesalnya kita pada suatu hal. Menghilangkan nyawa seseorang yang kita anggap membahayakan persatuan umat (menurutnya). Orang semacam itu,  tentu menurut kebanyakan orang diantara kita,  adalah kejahatan yang tak mungkin kita lakukan. 

Lalu kita merasa diri lebih baik. Merasa aman dari dosa. Merasa pantas menghakimi orang lain.  Ah,  berhentilah. 

*

Makna dari kehidupan seseorang berada pada titik akhirnya,  apakah ia beriman dan terpaut pada Allah atau tidak. Orang jahat sekalipun,  ketika pada akhirnya tersungkur taubat dan mohon ampunan pada Allah,  yakin akan pengawasan Allah,  akan menjadi hamba yang mulia. 


Ada hal yang banyak dari kita melalaikannya. 
Kita mungkin beribadah dan beramal seperti biasanya, tapi apakah sudah nyata dalam diri kita merasakan bahwa Allah selalu mengawasi kita? 

"Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibicarakan hatinya (dengan rahasia)  dan Kami lebih dekat kepadanya daripada (kedekatan)  urat lehernya."
Qs Qaaf:16

Dan di sisi Nya kunci kunci segala hal ghaib,  tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia,  dan Dia mengetahui apa yang terjadi di daratan dan di laut,  dan tidak ada sehelai daun pub yang rontok melainkan Dia mengetahuinya,  dan tidak ada sebutir biji pun dibagian bumi paling gelap (bawah),  dan tidak ada satupun tanaman basah dan tidak ada satupun tanaman kering melainkan (semuanya)  ada di kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)  
QS Al-An'am : 59

Merasakan adanya pengawasan Allah tak hanya kita perlukan saat berada di tempat tempat ibadah atau di keramaian.  Sudah kah kita merasakannya saat kita sedang sendirian di rumah?  Saat di pasar?  Di waktu bekerja?  Di waktu berniaga?  Di waktu luang kita?  

Sudahkah rasa itu membuat kita terhindar dari melakukan perbuatan sia sia, bahkan dosa? 

Sudahkah kita merasakannya bahkan dalam shalat kita?  Bukankah terkadang shalat kita pun hanya sekedar penggugur kewajiban kita,  yang dilakukan dengan tanpa hadirnya hati? 

Apakah kita termasuk orang orang yang Allah katakan lalai dalam shalatnya? 

Lalu, yang mana bekal kita? 

Ahad,  3 Juni 2018
Hajah Sofyamarwa R.