Wednesday, May 29, 2019

Wahai Para Suami, Tundukan Pandangan, Jagalah DIrimu dan Keluargamu Dari Api Neraka



Sekitar lima tahun lalu, dalam pembekalan-pembekalan pra nikah, biasanya bila sampai pada materi perceraian, akan muncul beberapa penyebab, yang salah satu faktor utama adalah faktor ekonomi. Jujur saat itu saya tak begitu habis pikir, permasalahan ekonomi macam apa yang membuat ikatan suci begitu mudah dirusak. 


FAKTOR PERCERAIAN KARENA MEDIA SOSIAL

Menariknya, ketika kini seluruh dunia hampir tak bersekat dan saling terhubung, muncul faktor baru yang juga menjadi pemicu keretakan rumahtangga sebuah keluarga.

"Sekarang ini, pemicu perceraian tidak melulu karena faktor ekonomi. Penggunaan media sosial juga bisa memicu perceraian pasangan suami isteri." Baru beberapa tahun terakhir ini saja, media sosial menjadi pemicu terjadinya perceraian. Banyak kecemburuan hingga perselingkuhan yang bermula media sosial," -- Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Karawang Abdul Hakim, saat dihubungi di Karawang, Ahad (9/9).  
Ia mengatakan, sesuai dengan pembuktian dalam persidangan kasus perceraian di Pengadilan Agama Karawang, cukup banyak pasangan suami istri bercerai karena kecemburuan bermula dari pertemanan pasangannya di media sosial. Menurut dia, media sosial seperti Facebook, Instagram dan WhatsApp menjadi salah satu pemicu perceraian merupakan tren baru. Karena sebelumnya, kasus perceraian kebanyakan disebabkan faktor ekonomi.    
sumber : https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/pengadilan-agama-karawang-banyak-perceraian-karena-medsos/ar-BBN57OB



Sekitar lima tahun lalu, dalam pembekalan-pembekalan pra nikah, biasanya bila sampai pada materi perceraian, akan muncul beberapa penyebab, yang salah satu faktor utama adalah faktor ekonomi. Jujur saat itu saya tak begitu habis pikir, permasalahan ekonomi macam apa yang membuat ikatan suci begitu mudah dirusak. Tapi kini, setan punya metodologi mutakhir yang mengikuti perkembangan jaman, ya?


INTERAKSI LAWAN JENIS
Sependek pengetahuan saya, sebetulnya intinya ada pada mindset dari masing-masing pasangan mengenai tata cara (adab) berinteraksi dengan lawan jenis. Sejak dulu hingga sekarang adab berinteraksi dengan lawan jenis sudah ada, namun kini semakin terbuka lebar dengan adanya media sosial. Seharusnya ketika konsep yang dipegang sudah benar, ada atau tidaknya media sosial tak membuat masing-masing lantas tak menjaganya.

Pada fitrahnya kaum wanita, cenderung menyukai perhatian dari lawan jenis. Sedangkan kaum lelaki menyukai ketika bisa menjadi pelindung, ketika disanjung, dan ketika merasa dibutuhkan. Fitrah lainnya yang juga menarik, kebanyakan wanita tak mengambil pusing paras wajah dan fisik lelaki, tetapi memilih yang menyamankannya. Sementara di sisi lain, bagi kaum lelaki, fisik wanita menjadi salah satu yang paling penting, menyusul faktor-faktor lainnya.

Saya pernah ada di posisi itu. Merasakan serangan perhatian dari lawan jenis yang tak pernah henti mengomentari penampilan saya. Entah kerudung yang nyengsol, pemilihan warna baju yang tidak matching, kaus kaki saya yang ternyata bolong (!), aurat tersingkap, rambut terlihat dari ujung jilbab, daaaan lain lainnya. Sementara yang lainnya sibuk ber-ciye ciyee, saya yang cukup merasakan sinyal-sinyal  tak wajar itu, dan menanggapinya dengan datar bahkan saya marahi. Bukan apa-apa, saya hanya tak mau membuat saya dan diri dianya sendiri dosa. Menurut saya, ada cara lain untuk mengingatkan lawan jenis. Bisa lewat teman wanita lainnya, atau sekedar mengingatkan secara umum (tidak personal). Pun kalau terpaksa, katakan dengan sesederhana mungkin, tak perlu lah pakai bumbu-bumbu yang mempersedap perhatian.
Akan lain ceritanya, bila lawan jenis ini sudah bersahabat baik, mungkin akan lebih cair. Saya juga memahami dan pernah berada di posisi itu. Namun, sebaik apapun sahabat, benih sebutir pun kelak bisa berkembang menjadi bunga mekar. Saya mengalaminya! (Kalau anda tak mengalaminya, mungkin sebagai wanita saya terlalu lemahkah? Tapi Saya pribadi sebetulnya bukan tipe orang yang mudah benar benar jatuh cinta, jadi saya tidak lemah ya hehe).


MENGINGAT KEMBALI FUNGSI INTI KELUARGA


Dalam situs halaman berita yang berbeda, saya mendapati pula suatu fenomena menarik di Padang. Bahwa dari sekian banyak gugatan cerai yang dilayangkan ke Pengadilan Agama, justru 75% nya di dominasi gugatan yang berasal dari pihak istri. Kenapa? Saya belum mencari tahu, cukuplah menjadi pengingat bagi diri ini untuk tetap teguh dan sabar dengan segala problematika yang beriringan dengan pernikahan.

Ada beberapa fungsi inti dalam keluarga yang perlu kita telaah dan maknai kembali :
Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erian Joni ikut mengomentari tingginya kasus perceraian di Kota Padang. Menurutnya, kasus perceraian merupakan cermin banyaknya pasangan suami istri yang tak mampu mengadopsi fungsi-fungsi inti dalam keluarga, termasuk fungsi ekonomi, fungsi religi, fungsi afeksi (kasih sayang), dan fungsi proteksi (perlindungan).sumber: https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/07/05/pbejg9349-1823-kasus-perceraian-terjadi-di-padang-sepanjang-2017


Naudzubillahi min dzalik.


Dari itu semua, saya mengingatkan kita semua, khususnya diri sendiri. Untuk menjaga diri dan menjaga keluarga kita masing-masing. Masing-masing kita akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa-apa yang kita lakukan, bukan apa yang pasangan kita lakukan. Ikhtiar jaga dirimu, jaga hati pasanganmu, sisanya serahkan pada Allah. Berfokuslah untuk perbaiki diri dan lakukan yang terbaik, dan jangan berhenti belajar untuk memperbarui terus definisi terbaikmu menjadi yang lebih baik lagi.

Wahai Para Suami, Tundukan Pandangan, Jagalah DIrimu dan Keluargamu Dari Api Neraka
Wahai Para Istri, Jaga dirimu. Bersabarlah, kuatkan keimananmu jangan bergantung pada siapa suamimu, Keimananmu hanya kau yang bisa pedulikan. (hsr)


Kamis, 30 Mei 2019
Bumi Allah

Sunday, August 26, 2018

QUALITY TIME BERSAMA ANAK BAGI ORANGTUA BEKERJA : Agendakan Waktu Minimal 30 Menit Setiap Pagi, Setiap Harinya.

Bismillah. Mulai belajar lagi.

Saya yakin bahwa seluruh orangtua di dunia ini bekerja. Entah bekerja di kantor, entah freelancer, bekerja bisnis di rumah, bahkan ketika “hanya” mengasuh anak di rumah itupun sebuah pekerjaan.

Saya pribadi seorang ibu rumah tangga yang berbisnis di rumah sambil mengasuh anak, dengan suami yang bekerja office hour 8-5. Sampai saat ini saya terus mencari bentuk bagaimana menjalani peran saya sebagai IRT sekaligus pebisnis.

Agak dilema memang ya. Terkadang porsi keluarga begitu dominan hingga bisnis “terabaikan”, ada pula masanya ketika bisnis terus yang dilakukan, sementara amanah di keluarga jadi tertunda. Ngga selalu, tapi ketika belum bisa memantain waktu dengan baik, mungkin itulah yang terjadi.

Saya yakin, itu tak hanya terjadi pada saya. Ada banyak emak-emak di luar sana yang juga mengalaminya. beruntung saya punya komunitas yang senantiasa berbagi dan saling mengingatkan. Semuanya berawal dari kesungguhan mengurus keluarga, maka rejeki akan mengikuti.

Kadang saya masih berpikir, apakah 24 jam waktu saya bersama anak masih kurang? Padahal selama ini hidup saya “rasanya” sudah untuk anak dan suami saya.

Bagi yang bekerja di kantor, sudah cukupkah waktu saya membersamai anak-anak selama ini? Bagaimana sebaiknya?

Apakah perlu membuat perencaaan atau berjalan apa adanya saja?

Ataukah kurang terencana jadi tidak efektif?

Bagaimana membagi peran dengan suami?

Semua pertanyaan itu saya coba jawab satu persatu, salah satunya dari abah ihsan.

***

QUALITY TIME BERSAMA ANAK BAGI ORANGTUA BEKERJA : Agendakan waktu minimal 30 menit setiap pagi, setiap harinya.


  • Orangtua yang keduanya bekerja, terkadang menyediakan akhir pekan khusus untuk anak atau mengambil cuti saat liburan, baikkah?
Menurut Abah ihsan, ini baik tapi beliau termasuk yang tidak setuju bila quality time hanya diciptakan saat liburan atau akhir pekan saja.
Quality time setiap hari dampaknya akan berbeda dengan yang hanya dilakukan sepekan sekali.
Kenapa? Bila quality time hanya sepekan sekali, Senin-Sabtu anak punya waktu berkualitas dengan siapa? Apakah televisi? Lalu siapa yang akan lebih besar memengaruhi fikrah (pola pikir anak), media TV atau orangtuanya?



MANFAAT
  • Menciptakan hubungan lebih berkualitas dengan anak
  • Membangunkan anak di waktu subuh, mengembalikan fitrah mereka agar mudah bangun subuh hingga dewasa
  • Mendapatkan kepercayaan anak (ketika anak merasa benar-benar diperhatikan, mereka akan menganggap orangtuanya masih punya otoritas untuk mengendalikan mereka)
  • Merasakan kesenangan (pengalaman) berbeda setiap harinya
  • sedikit demi sedikit terhindar dari perasaan bersalah meninggalkan anak. (fakta di lapangan, memberikan banyak fasilitas untuk memanjakan anak demi menebus dosa)
  • Insyaallah anak akn tumbuh menjadi pribadi saleh yang kita harapkan dan jauh dari pergaulan negatif

MENGAPA WAKTUNYA PAGI (tepatnya waktu subuh) :
  • Tenaga masih banyak, lebih segar.
  • Kalau dilakukan setelah pulang kerja, orangtua hanya punya tenaga sisa, pikiran sudah terkuras oleh permasalahan kantor, kadang anak hanya dapat “ampas”nya
Sebetulnya tidak selalu begitu, bila pulang kerja masih bisa meluangkan waktu, go ahead, silakan ciptakan waktu berkualitas bersama anak di sore atau malam hari.

Sesaat setelah anak bangun tidur, sebelum morning peak hours (waktu sibuk di pagi hari)
  • Bercerita
  • Mengobrol
  • Main bola
  • Bersepeda
  • berjalan kaki menyusuri kompleks
  • main petak umpet
  • bermain kejar kejaran
atau dengan kegiatan bermain di dalam rumah :
  • membantu ibu masak
  • membantu ayah memperbaiki sepeda
  • mendongeng
  • bermain bongkar pasang
  • dsb

Nah, itulah sedikit gambaran mengenai waktu berkualitas bersama anak.
Semoga bermanfaat :)

Wednesday, July 18, 2018

Kamu Mirip Istri Rasul Yang Mana?



“Tetaplah di sana.” Kata Rasulullah pada Fatimah dan Ali di atas pembaringannya. 
“Apakah kalian mau kuberitahu sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta kepadaku?” Tanya Rasulullah 
“Tentu ya Rasulullah.” Kata Ali dan Fatimah 
"Jika kalian berbaring di atas tempat tidur, maka ucapkanlah takbir 34 kali, tahmid 33 kali, dan tasbih 33 kali. Itulah yang lebih baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta."

Semenjak menjadi seorang istri, saya masih terus mencari, akan menjadi istri macam apa saya ini. Impian “klise” seluruh wanita muslim di dunia mungkin mayoritas ingin menjadi seperti Khadijah. Istri yang paling Rasulullah Cintai. Saya bilang “klise” karena terkadang kita menginginkan sesuatu tapi tak benar-benar meneladaninya, tak benar-benar berikhtiar meraihnya.

Pernah suatu waktu, saya dan suami mendengar sebuah kajian Ustadz Hanan mengenai Istri Rasulullah, khususnya Khadijah dan Aisyah. Sambil tersenyum, suami saya bilang, agar saya jadi seperti Khadijah saja, jangan seperti Aisyah. Malu saya.

Kedua istri Rasulullah itu punya kemuliaannya masing-masing, istimewa dan punya kisah romantis dengan Rasulullah. Namun singkatnya, imej keduanya berbeda, khususnya bagi saya. Khadijah yang dewasa, dan Aisyah yang cenderung kekanakan.

Mulut wanita itu seringnya gatel, kadang ingin mengutarakan berbagai hal, yang justru menimbulkan kesan cerewet, mendebat atau terkesan tidak taat. Saya merasa ngga cerewet sih, tapi kadang “gatelnya” suka kambuh. Mungkin disitulah saya jadi seperti Aisyah. Saya yang terlalu bocah, inginnya manjah manjah. -_-

Bunda Khadijah itu mompreneur, mirip lah ya sama saya hihi. Tapi belum sematang Khadijah, Omzetnya juga belum kayanya hihi. Yang kekayaannya melimpah ruah, tapi menyedekahkan semua untuk suaminya di jalan Allah. Saya suka ngeless, Khadijah kan usianya jauh di atas Rasulullah, jadi ngemong dan pengalamannya membuatnya dewasa. Terus nasabnya juga bagus, terjaga sejak kecil. Tapiii, namanya juga ngeles, saya yakin harusnya bisa-bisa aja.

Bunda Aisyah itu cerdas, hafalannya banyak. Dari kisah yang kubaca, ini lebih mirip saya. Bukan karena cerdasnya, tapi karena usia Aisyah lebih muda dari Rasulullah dan lebih kekanak-kanakan. Ya begitu, saya masih maunya di emong, bukan ngemong suami kaya Khadijah.

Nah, baru aja baca sekilas kisah Fatimah putri Rasulullah yang tadi saya kutipkan di awal. Saya yang masih terbilang payah mengurus rumah sepertinya sedang perlu belajar dari kesabaran, kesederhanaan dan ketidak ngeluhannya Bunda Fatimah.

Jadi mungkin sekarang levelnya masih belajar dari Bunda Aisyah dan Fatimah, tapi tetap menuju Bunda Khadijah yang diharapkan suami.

By the way, suaminya juga lagi ikhtiar di level apa nih? hehe
Semangat Berjuang!

Kamis, 19 Juli 2018
02:34
Hajah Sofyamarwa R.
Edisi habis liat foto wedding, jadi keingetan, kok setelah 3 taun menikah belum jadi istri solehah T_T 

Friday, June 15, 2018

Dakwah Sang Balita



Wajahnya sedikit menunduk, namun dengan mata mengarah ke atas.  Wajahnya memerah,  diiringi isakan tangis dan kesal yang menjelma menjadi pukulan sesekali. Balita kecilku habis "bertarung" mempertahankan prinsip dan mengajak orang lain, tapi sebagaimana dakwah dilakukan,  pasti akan selalu ada tantangan.

Sepele saja, ketika ia sedang membuka tutup lemari pakaian berisi barang berharga milik Om kecilnya,  ia diberi tahu untuk menghentikannya.  Ia mendengar.  Ia pun mengehentikannya. Tantangan terjadi ketika ada balita lain yang masih ingin membuka tutup pintunya.  Balitaku bilang "Jangan dibukaini lemari om."

Tapi masing-masing punya kehendak sendiri dan masih saling mempertahankan pendapat.  Tumpahlah tangisan,  dan kubawa ia menjauh di tempat lain. Ia tetap terlihat marah.  Kesal.  Dan sayangnya,  ia menyangka aku juga memarahinya.  Maka bertambah kesal lah ia.

Akhirnya kubilang dengan jelas,  bahwa apa yang ia lakukan membuatku begitu bangga. Bahwa itu sangat baik. Mendengar apa yang dikatakan bunda,  melindungi barang orang lain,  dan mengajak orang lain untuk turut menjaganya.

Setelah kukatakan berulang kali, kupikir ini waktunya untuk memeluknya.  Alhamdulillah.  Ia mau menerima pelukanku dan menangis sejadinya. Tangisan kesalnya,  berubah menjadi tangisan sedih khas anak anak.  Masyaallah.

Bunda banggabunda banggabunda justru bangga. Bunda ngga marah. Itu baikitu justru baik.

* * *
Mari terus belajar mendengar hati anak balita kita. Menginsyafi bahwa mereka punya fitrah kebaikan yang harus dipupuk. Jangan sampai salah menghakimi meskipun secara zhahir terlihat keduanya berseteru.  Kalau mau melihat lebih dalam,  kita bisa temukan berlian pada masa masa keemasan mereka :)

PS: Diksi dakwah dipergunakan untuk mempermudah pembaca memahami apa yang dilakukan. Tentu balita belum memaknai itu ya. Ini juga sebagai doa bahwa kelak nantinya ia memang sadar bahwa semua muslim memang memiliki kewajiban dakwah tersebut, menyebarkan kebaikan, menegakkan kebenaran. 

Sabtu,  16 Juni 2018
Day 28

Mahakarya Seorang Ibu

Wajahnya tertunduk, tangannya menggenggam buku tahlil sembari mengusap airmata yang tak henti berlinang. Ia larut dalam bacaan doa di depan nisan yang masih basah itu.

Masih segar dalam ingatannya, hari-hari terakhir yang ia lalui bersamanya. Membuatkan makanan kesukaannya atau sekedar duduk bersama bersenda gurau menghabiskan waktu bersama.

Di detik terakhirnya,  Ia hanya bisa menggenggam erat tangannya yang sudah mulai membiru. "NakIni ibu nak. Ibu disiniBangun nak." lirihnya.

Tapi garis kehidupan dunia sudah berhenti. Ia yang sudah pergi tak bisa kembali.

Sampai ketika ia akan di shalatkan, tetangga hadir dan ikut menshalatkan.  Tak ada yang tak kenal lelaki besar itu. Ia paling baik dan paling dikenal warga sekitar.  Keramahannya,  kesopanannya, tak hanya ada di dalam rumah tapi memancar ke warga sekitar.

Kuperhatikan sosok ibundanya. Wanita tegas berprinsip yang tetap lembut dan penuh kasih sayang.

Tak berkiprah di luar rumah, tapi itulah mahakaryanya. Dengan ijin tuhannya, kelembutannya terpancar melalui anak lelakinya.

Ah, sesungguhnya itulah amanah yang paling hakiki bagi seorang wanita.  Menjadi istri dan ibu yang tetap shalihah,  mendidik anak dengan keshalihan di waktu hidupnya,  juga terus mendoakan setelah habis masa hidupnya.

Sabtu,  16 Juni 2018

Ramadhan Menulis Bersama 30 Days Writing Challenge

Alhamdulillah,  setelah sekian lama ngga rutin menulis,  kali ini bisa menulis setiap hari selama Ramadhan.

Ini 30 DWC ke-4 buat saya pribadi. Setelah nonstop 3 kloter di jilid 5, 6, 7, saya vakum menulis,  sampai akhirnya memutuskan ikut jilid 13 nya.

Kadang kita merasakan sesuatu itu begitu berharga ketika sesuatu itu hilang. Enam bulan tak ikut,  semakin berkurang pula intensitas menuliskan pikiran jadi berkurang.  Saya menulis,  tapi menulis keseharian saja,  atau copywriting untuk keperluan beriklan.

Kesan mengikuti 30DWC adalah alhamdulillah saya bisa mulai menulis rutin lagi.  Terseok seok sejujurnya,  apalagi sedang ramadhan,  dan mudik.  Tapi alhamdulillah bisa juga.

Di awal awal masih rutin ikut menyimak grup squad,  lama kelamaan hanya sempat setor link harian saja.

Karena 30 dwc juga,  akhirnya saya memperpanjang domain blog hajahsofya.com yang sempat non aktif selama 3 bulanan.  Karena terlambat,  domain tersebut belum bisa diakses selama sebulan. Maka tulisan pun belum terpusat pada 1 platform. 

Awalnya menggunakan instagram, tapi saya aga kesulitan karena ide tulisan tak selalu punya visualisasi berupa gambar,  idan itu menghambat saya menulis.  Akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan blog ini :)

Fokus tulisannya sebetulnya mengaitkan dengan keluarga,  tapi nyatanya tak semua bisa sesuai. Tidak apa,  mudah mudahan kedepannya lebih bisa 1 tema :)

Sabtu 16 Juni 2018

Wednesday, June 13, 2018

Mengasah Daya Cipta Anak Sejak Kecil

Ali bin Abi thalib pernah mengatakan untuk mendidik anak-anak kita hal-hal yang sesuai jaman mereka, bukan apa sekedar apa-apa yang sudah kita pelajari.  Jaman berubah, maka tantangan untuk anak kita pun pasti berbeda, maka sebagai orang tua banyak yang perlu kita pelajari dan persiapkan.

Sebelumnya mari kita simak artikel berikut :
Sebuah laporan terbaru memprediksi, keterampilan yang dibutuhkan oleh para pekerja di masa depan akan sangat berbeda dengan yang ada saat ini. Selain itu, laporan tersebut juga memeringatkan bahwa sistem pendidikan perlu diubah untuk mempersiapkan anak-anak sekolah untuk masa depan mereka. 
Laporan New Work Smarts dari Foundation for Young Australians (FYA) telah memperkirakan, semua pekerjaan akan beralih ke sistem otomasi selama dua dekade ke depan. 
Para pekerja di tahun 2030 akan melakukan lebih sedikit tugas rutin dan manual, dan malah berfokus pada interaksi manusia, pemikiran strategis serta kreatifMereka juga akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar sambil bekerja, memecahkan masalah dan menggunakan keterampilan sains serta matematikaDengan perkiraan jumlah manajer yang lebih sedikit, para pekerja harus mengawasi dan mengelola diri mereka sendiri, menerapkan pola pikir kewirausahaan agar bisa maju.

Dari artikel tersebut,  dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif dan nilai-nilai kognitif yang selama ini banyak orangtua fokuskan, ternyata tak cukup. Kita begitu khawatir anak tak bisa matematika daripada tak punya rasa seni yang baik, misalnya. Padahal kreativitas perlu diasah sejak kecil dan merupakan salah satu aspek penting yang memanusiakan manusia,  yang membedakan manusia dengan robot. Kreativitas yang terasah dengan proses yang baik,  salah satunya akan menumbuhkan daya cipta pada anak.

cipta/cip·ta/ n kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru; angan-angan yang kreatif;
mencipta/men·cip·ta/ v memusatkan pikiran (angan-angan) untuk mengadakan sesuatu: untuk dapat ~ cerita yang baik, diperlukan fantasi;
-- KBBI Daring

Sebuah kata benda,  ketika mendapat imbuhan kata me- akan menjadi sebuah kata menggerakkan yang kita sebut kata kerja. Cipta. Mencipta. Sebuah proses rumit yang bersumber dari kemampuan proses otak.
Impian di masa kecil bisa berdampak di masa depan kalau anda punya kecerdasan otot (myelin) untuk menemukan "pintu-pintu" nya.-- Prof. Rhenald Kasali, Self Driving
Mungkin itulah yang membuat Sultan Mehmed dapat menaklukkan Konstantinopel, setelah tertanam dalam dirinya sejak kecil, bahwa ialah yang akan menjadi Penakluk Konstantinopel. Sejak kecil gurunya selalu mengulang-ngulangi perkataannya kepada Mehmed, menjadi keyakinan dan kenyataan. Tak hanya itu, ia juga dibekali pendampingan ulama-ulama tebaik pada zamannya dari berbagai disiplin ilmu. Nyata bahwa pengetahuan dan imajinasi yang dioptimalkan sejak kecil akan menjadi hal besar di masa mendatang.

Kita juga dapat melihat bahwa cara berpikir kreatif dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. 
Cipta ini dinilai penting juga dalam falsafah orang Indonesia, falsafah sejak jaman sunan kalijaga, falsafah jawa khususnya. Kita kenal dengan RKCK  (Rasa-Karsa-Cipta-Karya). Menarik sekali kerarifan lokal ini mulai dikembangkan sebagai salah satu model pendidikan karakter bagi anak. Di tengah arus kuat model pembelajaran barat,  ada yang berusaha mengaktifkan kearifan lokal khas Indonesia.

Menurut Rachmawati 2012, Ada 4 tahapan yang dilakukan dalam model pembelajaran RKCK:
1. Tahap Aktivasi Rasa
2. Tahap Membangun Karsa (Motivasi) 
3. Tahap Mencipta (mengembangkan gagasan) 
4. Tahap Implementasi Gagasan (karya)


Keempat tahapan itu dapat dengan mudah kita sesuaikan dengan kebutuhan dan kesempatan yang ada bagi kita sebagai orangtua saat mendampingi anak. Ketika orangtua mengetahui tahapan-tahapan itu,  akan lebih mudah bagi orangtua untuk berfokus pada proses yang diinginkan

Referensi:

Coady, David. 2017. Future skills: Report reveals tools schoolkids will need to thrive in jobs market of

2030. http://www.abc.net.au/news/2017-07-27/what-skills-will-the-future-generation-of-workers-need/8747610

Siauw, Felix. 2013. Muhammad Al-Fatih 1453. Al Fatih Press. Jakarta.
Rachmawati, Yeni. 2012. Pendidikan Karakter Melalui Pengembangan 
Model Pembelajaran RKCK (Rasa Karsa Cipta Karya). Jurnal Pendidikan Anak Volume 1. PGPAUD FIP Universitas Pendidikan Indonesia

Powers, Anna. 2018. Creativity Is The Skill Of The Future. Online. https://www.forbes.com/sites/annapowers/2018/04/30/creativity-is-the-skill-of-the-future/#e88e5194fd48