Sunday, April 30, 2017

PSYCHOLOGICAL TIME 2

PSYCHOLOGICAL TIME - 2
By: Cahyadi Takariawan

Mengapakah banyak manusia lebih memilih untuk hanya menengok kegelapan di masa lalu dan ketidakpastian di masa depan?

Padahal itu yang membuat hidup berumah tangga diwarnai kekekecewaan, kemarahan dan kepedihan. Karena kuasa pemikiran dan perasaan yang lebih sering membangun persahabatan dengan kesalahan dan kekurangan pasangan. Marah, kecewa, dendam, benci, emosi, itu yang selalu didapatkan.

Mereka yang datang ke ruang konseling dengan membawa sahabat-sahabat kegelapan ini, selalu didera stres dan depresi tingkat tinggi. Ingin membalas dendam dan ganti menyakiti pasangan.

Ditambah nasehat sesat para suporter yang ada di sekitar mereka : "Betapa bodoh dirimu mau dikhianati pasanganmu. Balas saja dengan mengkhianati berkali-kali". Nasehat itu semakin mengobarkan api kesumat dan permusuhan.

Akhirnya mereka gagal berdamai, gagal memaafkan diri sendiri, gagal memaafkan pasangan. Keinginan terbesarnya adalah membalas sakit hati. Benci dan dendam berkelindan, menguasai rongga jiwa.

Andai saja mereka bisa memanfaatkan psychological time dengan bijaksana. Jenguklah masa awal pernikahan terdahulu. Betapa bahagia dan mesra bersama pasangan tercinta.

Menengok masa-masa romantis, menemukan kembali momentum istimewa bersama pasangan tercinta. Hari-hari yang selalu indah ceria. Bahagia semuanya.

Tengok selalu sisi kebaikan dan kelebihan pasangan. Itu yang melegakan. Itu yang menenteramkan. Jangan mau berteman dengan kekesalan.

Andai saja mereka melompat ke masa depan hanya untuk menjumpai sahabat yang bernama penerimaan dan harapan. Selalu ada harapan kebaikan. Karena kesalahan yang membuat seseorang menjadi semakin salih, lebih bermakna dibanding kebaikan yang membuatnya semakin sombong dan angkuh.

Kemampuan memanfaatkan psychological time  dengan bijaksana seperti ini hanya terjadi dengan satu persyaratan : forgiveness.

Ya. Forgiveness!

Mereka selalu protes : mengapa saya harus memaafkan kesalahan pasangan? Dan saya selalu menjawab : mengapa anda tidak memaafkan kesalahan pasangan?

Pada kenyataannya, mereka yang menolak memaafkan pasangan, secara tidak sadar mereka tengah menghukum diri sendiri. Makin lama makin menyakitkan.

Mereka mengira sedang menghukum pasangan. Padahal tidak. Yang sesungguhnya terjadi adalah penghukuman terhadap diri sendiri.

Itu sebabnya mengapa makin lama 'masa penghukuman' itu terjadi, akan semakin terasa menyakitkan bagi mereka sendiri.

Saya melihat mereka yang gagal memaafkan pasangan ini gigih mengecat ruang jiwa mereka dengan warna hitam. Serba hitam. Gelap pekat. Tak ada cahaya.

Seperti rumah yang semua ruangannya dicat dengan warna hitam. Terasa gelap dan sesak.

Maka saya berikan cat putih dan kuas kepada mereka. "Pulang, dan cat ulang ruang jiwa anda dengan warna putih". Serba putih. Bersih.

Saat esok hari mereka datang lagi, saya tanyakan : Adakah kamu merasakan hal yang berbeda?

Ruang itu tetap sama luasnya. Tidak berubah oleh karena perubahan warna cat. Namun perasaan penghuni ruang itu yang berbeda. Merasa damai, lapang, dan lega.

Itulah kekuatan forgiveness.

🕰🕰⏱🕰🕰

Halim Perdanakusuma, 13 April 2017

No comments:

Post a Comment