Sunday, April 30, 2017

PSYCHOLOGICAL TIME

PSYCHOLOGICAL TIME
By Cahyadi Takariawan

Kebahagiaan dan kepedihan, sangat terkait dengan bagaimana manusia  mensikapi psychological time yang dimilikinya.

Waktu dalam bentuk 'clock time' memang berjalan lurus ke depan tanpa pernah menoleh ke belakang. Pun tidak ada yang sanggup menghentikannya. Namun psychological time, ia bergerak leluasa maju dan mundur tergantung seberapa kuat pikiran berkuasa dalam kehidupan seseorang.

Orang yang memiliki terlalu banyak masalah dan musibah dalam hidupnya, cenderung memiliki pikiran yang melompat-lompat.

Ketika melompat ke masa lalu, ia bertemu sejumlah 'hantu' bernama kekecewaan, penyesalan, kenangan buruk tak terlupakan, marah yang tak berkesudahan, benci yang tidak terobati.

Di saat melompat ke masa depan, ia bertemu sahabat yang bernama visi, harapan, cita-cita, tujuan; namun juga masih menemukan sebentuk kekhawatiran, ketakutan, serta ketidakpastian.

Lompatan maju mundur itu bisa menyebabkan hidup di masa kini jadi lenyap, keceriaan hilang ditelan waktu. Tanpa sisa.

Dengan memahami konteks tersebut,  kita bisa mengerti mengapa banyak orang gagal memaafkan pasangan yang pernah melakukan kesalahan.

Ketidakmampuan untuk memaafkan, lebih banyak disebabkan oleh pemanfaatan psychological time secara tidak arif.

Manusia acap kali berkunjung ke masa lampau, hanya untuk melihat kesalahan atau keburukan yang pernah dilakukan pasangan. Hal ini membuat dirinya mengeliminasi jutaan kebaikan yang pernah dilakukan pasangan.

Tidak heran, banyak orang mendadak menjadi 'ahli sejarah'. Saat ditanyakan kesalahan apa yang pernah dilakukan pasangan, dengan mudah ia menyodorkan “daftar dosa” pasangan sejak awal menikah. Detail, lengkap dengan lampiran kronologis kejadian, waktu dan tempat. Seakan tidak ada yang terlupa.

Namun ketika diminta menyebutkan kebaikan pasangan, tiba-tiba dirinya mengidap amnesia, tidak mampu untuk mengingat dan menyebutkannya.

Karena terlalu sering menggunakan psychological time untuk melongok ke masa lalu memelototi kesalahan dan kekurangan pasangan, yang didapatkannya adalah kesedihan yang berlebihan. Semakin sering menengok masa lalu itu, semakin terasa sakit.

Celakanya, saat ia melompat ke masa depan, yang lebih sering dijumpai adalah ketidakpastian. Apa jaminannya bahwa ia tidak mengulang kesalahan yang sama?

Sekarang kita paham, mengapa banyak orang merasa letih dan lelah dalam menjalani hidup berumah tangga.

Banyak orang merasa terlalu letih untuk memaafkan pasangan. Karena psychological time berlompatan ke belakang dan ke depan, hanya untuk menjumpai sahabat-sahabat kegelapan.

Cahyadi Takariawan

⏱⏱🕰🕰⏱⏱
Bersambung.

No comments:

Post a Comment