Wajahnya tertunduk, tangannya menggenggam buku tahlil sembari mengusap airmata yang tak henti berlinang. Ia larut dalam bacaan doa di depan nisan yang masih basah itu.
Masih segar dalam ingatannya, hari-hari terakhir yang ia lalui bersamanya. Membuatkan makanan kesukaannya atau sekedar duduk bersama bersenda gurau menghabiskan waktu bersama.
Di detik terakhirnya, Ia hanya bisa menggenggam erat tangannya yang sudah mulai membiru. "Nak, Ini ibu nak. Ibu disini. Bangun nak." lirihnya.
Tapi garis kehidupan dunia sudah berhenti. Ia yang sudah pergi tak bisa kembali.
Sampai ketika ia akan di shalatkan, tetangga hadir dan ikut menshalatkan. Tak ada yang tak kenal lelaki besar itu. Ia paling baik dan paling dikenal warga sekitar. Keramahannya, kesopanannya, tak hanya ada di dalam rumah tapi memancar ke warga sekitar.
Kuperhatikan sosok ibundanya. Wanita tegas berprinsip yang tetap lembut dan penuh kasih sayang.
Tak berkiprah di luar rumah, tapi itulah mahakaryanya. Dengan ijin tuhannya, kelembutannya terpancar melalui anak lelakinya.
Ah, sesungguhnya itulah amanah yang paling hakiki bagi seorang wanita. Menjadi istri dan ibu yang tetap shalihah, mendidik anak dengan keshalihan di waktu hidupnya, juga terus mendoakan setelah habis masa hidupnya.
Sabtu, 16 Juni 2018
No comments:
Post a Comment